Teruslah berani melangkah dan capailah mimpi dan impianmu

Rabu, 24 Oktober 2012

Lubang-Lubang Kecil



Pada satu sisi kebanggaan tersendiri bagi dunia pendidikan Indonesia pada prestasi yang mereka curahkan baik dikancah  nasional hingga internasional. Suatu tolak ukur bagi negara lain terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia bahwa negara berkembang ini bisa melahirkan bibit-bibit pemimpin masa depan yang unggul. Di sisi lain dinding yang telah dibangun tidaklah kokoh sepenuhnya, lubang-lubang kecil itu masih terlihat memenuhi  bagian bawah dinding.  
Terlihat melalui salah satu lubang kecil, seorang guru mengajar kepada sejumlah siswa. Mereka tampak serius memperhatikan penjelasan gurunya. Namun terkadang di sudut dinding kelas terlihat perhatian mereka malah teralihkan,  dengan telepon genggam yang masing-masing ada di tangan mereka. Lalu siapa yang patut disalahkan ketika ketidaklulusan ujian hinggap di tangan mereka.  Apakah ini kesalahan guru walaupun  dengan segala jerih payahnya mencurahkan ilmu pengetahuan untuk didikannya, atau pihak sekolah yang gagal dalam membina para siswa siswinya, atau berasal dari siswanya sendiri yang telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang pelajar. Tidaklah patut menyalahkan satu dengan yang lain. Biarkanlah masing-masing individu bisa merefleksikan dan menginstropeksi segala hal yang telah dilakukan. Suatu lubang kecil telah terbentuk dan kita sebagai orang yang ada di dalamnya tidak bisa membiarkan  kecacatan itu semakin meluas.
Terlihat lubang kecil yang tidak jauh dari lubang sebelumnya, sebuah ratapan  anak kecil terhadap kendaraan bermotor yang silih berganti di persimpangan lampu merah. Lampu lalu lintas menyala merah, mereka mulai berhamburan sembari menjulurkan tangan demi seperak uang untuk membeli sesuap nasi. Jika ditanya  seberapa besar keinginan mereka untuk bersekolah maka jawaban itu pasti ada. Sebuah keinginan untuk merubah nasib. Tentunya mereka ingin mendapatkan pendidikan layaknya anak-anak pada umumnya. Namun , lagi-lagi masalah ekonomi menjadi kendala utama. Hal itu membuat keinginan itu hanya menjadi impian belaka yang entah kapan impian itu akan terwujud. Mungkin pendidikan adalah prioritas kehidupan mereka yang terakhir mengalahkan sesuap nasi sebagai prioritas utama. Lalu apa ini akan dibiarkan begitu saja? Peran aktif guru dan pemerintah sangatlah diperlukan. Berdirinya sekolah terbuka setidaknya bisa meringankan beban mereka, dan juga seseorang yang tanpa pamrih rela membagi ilmu dan waktunya sekedar untuk memberikan mereka bekal pendidikan layaknya anak-anak normal lainnya. Setidaknya sebuah tatapan masa depan ada di depan mata mereka, perasaan untuk menggapainya membuat mereka untuk terus dan terus belajar tanpa terhalang oleh biaya.  Sebuah kepuasan tersendiri ketika mereka bisa menjawab apa yang kita sampaikan ataupun ide-ide yang mereka tuangkan. Dengan waktu yang terus berjalan siapa yang  akan tahu salah satu diantara mereka akan mengharumkan nama bangsa.
Terlihat dari lubang kecil lainnya k di bagian bawah ujung dinding, seorang anak menyerahkan selembar amplop kepada seorang bapak yang sedang duduk dihadapannya. Ketika dibuka, sang ayah hanya  menatap anak itu. Bapak yang menginjak umur tua itu hanya menginginkan anaknya bisa terus bersekolah walau dengan penghasilan terbatas. Namun sebuah surat pungutan biaya sekolah membuat bapak itu berpikir keras agar sang anak tidak putus dari sekolahnya. Walaupun penetapan pemerintah mengenai program wajib belajar  9 tahun  dan bahkan kini 12 tahun serta penerapan penggulingan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), hal itu tidak selalu membuat beberapa sekolah membebaskan para siswanya dari biaya sekolah.  Terkadang beberapa alasan diutarakan seperti halnya biaya pembangunan, jika hal itu untuk memajukan sekolah dari segi kualitas dan kuantitas maka para orang tua bisa memaklumi namun jika yang terjadi malah kebalikannya maka itu patut dipertanyakan. Berbeda dengan negara lain yang menjamin pendidikan seluruhnya, bukan berarti negara ini tidak mampu untuk melakukannya hanya saja penjalinan kerjasama yang kurang dari berbagai individu membuat harapan ini menjadi sulit untuk diwujudkan. 
Jika lubang-lubang kecil itu dibiarkan begitu saja maka dia akan semakin membesar dan menggerogotti seluruh isi dinding dan hasil akhirnya dinding yang telah dibangun sekian lamanya hanya akan menjadi sebuah butiran debu.  Tidak perlu mencari siapa yang salah, tidak ada yang salah dari sistem  dan program yang telah diterapkan pemerintah,  dan tidak ada juga yang salah pada kualitas pengajar . Semua telah sesuai seperti yang diatur oleh negara dan  benar-benar telah diperhitungkan. Satu hal penting yang patut kita sadari yaitu bagaimana kita bersikap  dan menyikapi dengan segala ketetapan dan struktur pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Jika kita bisa menyikapinya secara benar maka bukan suatu halangan untuk mewujudkan kesejahteraan dalam  pendidikan di negara ini.  Lewat pendidikan,  masa depan  negara ada di tangan para pewaris  bangsa.
. Memang kita tidak akan bisa menutupi lubang-lubang itu dalam sekejap mata. Namun berjalannya waktu diiringi dengan usaha, perlahan namun pasti kita akan bisa melihat dinding itu kokoh indah pada waktunya. Kebanggaan segera menyelimuti.



© Puja Indah Anggraeni, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena