Pada satu sisi kebanggaan tersendiri bagi dunia
pendidikan Indonesia pada prestasi yang mereka curahkan baik dikancah nasional hingga internasional. Suatu tolak
ukur bagi negara lain terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia bahwa
negara berkembang ini bisa melahirkan bibit-bibit pemimpin masa depan yang
unggul. Di sisi lain dinding yang telah dibangun tidaklah kokoh sepenuhnya,
lubang-lubang kecil itu masih terlihat memenuhi
bagian bawah dinding.
Terlihat melalui salah satu lubang kecil, seorang
guru mengajar kepada sejumlah siswa. Mereka tampak serius memperhatikan
penjelasan gurunya. Namun terkadang di sudut dinding kelas terlihat perhatian
mereka malah teralihkan, dengan telepon
genggam yang masing-masing ada di tangan mereka. Lalu siapa yang patut
disalahkan ketika ketidaklulusan ujian hinggap di tangan mereka. Apakah ini kesalahan guru walaupun dengan segala jerih payahnya mencurahkan ilmu
pengetahuan untuk didikannya, atau pihak sekolah yang gagal dalam membina para
siswa siswinya, atau berasal dari siswanya sendiri yang telah
melalaikan kewajibannya sebagai seorang pelajar. Tidaklah patut menyalahkan
satu dengan yang lain. Biarkanlah masing-masing individu bisa merefleksikan dan
menginstropeksi segala hal yang telah dilakukan. Suatu lubang kecil telah
terbentuk dan kita sebagai orang yang ada di dalamnya tidak bisa membiarkan kecacatan itu semakin meluas.
Terlihat lubang kecil yang tidak jauh dari lubang
sebelumnya, sebuah ratapan anak kecil terhadap
kendaraan bermotor yang silih berganti di persimpangan lampu merah. Lampu lalu
lintas menyala merah, mereka mulai berhamburan sembari menjulurkan tangan demi
seperak uang untuk membeli sesuap nasi. Jika ditanya seberapa besar keinginan mereka untuk
bersekolah maka jawaban itu pasti ada. Sebuah keinginan untuk merubah nasib. Tentunya
mereka ingin mendapatkan pendidikan layaknya anak-anak pada umumnya. Namun ,
lagi-lagi masalah ekonomi menjadi kendala utama. Hal itu membuat keinginan itu
hanya menjadi impian belaka yang entah kapan impian itu akan terwujud. Mungkin
pendidikan adalah prioritas kehidupan mereka yang terakhir mengalahkan sesuap
nasi sebagai prioritas utama. Lalu apa ini akan dibiarkan begitu saja? Peran
aktif guru dan pemerintah sangatlah diperlukan.
Berdirinya sekolah terbuka setidaknya bisa meringankan beban mereka, dan juga
seseorang yang tanpa pamrih rela membagi ilmu dan waktunya sekedar untuk
memberikan mereka bekal pendidikan layaknya anak-anak normal lainnya. Setidaknya
sebuah tatapan masa depan ada di depan mata mereka, perasaan untuk menggapainya
membuat mereka untuk terus dan terus belajar tanpa terhalang oleh biaya. Sebuah kepuasan tersendiri ketika mereka bisa
menjawab apa yang kita sampaikan ataupun ide-ide yang mereka tuangkan. Dengan
waktu yang terus berjalan siapa yang
akan tahu salah satu diantara mereka akan mengharumkan nama bangsa.
Terlihat dari lubang kecil lainnya k di bagian bawah
ujung dinding, seorang anak menyerahkan selembar amplop kepada seorang bapak
yang sedang duduk dihadapannya. Ketika dibuka, sang ayah hanya menatap anak itu. Bapak yang menginjak umur
tua itu hanya menginginkan anaknya bisa terus bersekolah walau dengan
penghasilan terbatas. Namun sebuah surat pungutan biaya sekolah membuat bapak itu
berpikir keras agar sang anak tidak putus dari sekolahnya. Walaupun penetapan
pemerintah mengenai program wajib belajar
9 tahun dan bahkan kini 12 tahun serta
penerapan penggulingan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), hal itu tidak
selalu membuat beberapa sekolah membebaskan para siswanya dari biaya sekolah. Terkadang beberapa alasan diutarakan seperti halnya
biaya pembangunan, jika hal itu untuk memajukan sekolah dari segi kualitas dan
kuantitas maka para orang tua bisa memaklumi namun jika yang terjadi malah
kebalikannya maka itu patut dipertanyakan. Berbeda dengan negara lain yang
menjamin pendidikan seluruhnya, bukan berarti negara ini tidak mampu untuk
melakukannya hanya saja penjalinan kerjasama yang kurang dari berbagai individu
membuat harapan ini menjadi sulit untuk diwujudkan.
Jika lubang-lubang kecil itu dibiarkan begitu saja
maka dia akan semakin membesar dan menggerogotti seluruh isi dinding dan hasil
akhirnya dinding yang telah dibangun sekian lamanya hanya akan menjadi sebuah
butiran debu. Tidak perlu mencari siapa
yang salah, tidak ada yang salah dari sistem
dan program yang telah diterapkan pemerintah, dan tidak ada juga yang salah pada kualitas
pengajar . Semua telah sesuai seperti yang diatur oleh negara dan benar-benar telah diperhitungkan. Satu hal
penting yang patut kita sadari yaitu bagaimana kita bersikap dan menyikapi dengan segala ketetapan dan
struktur pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Jika kita bisa menyikapinya secara
benar maka bukan suatu halangan untuk mewujudkan kesejahteraan dalam pendidikan di negara ini. Lewat pendidikan, masa depan negara ada di tangan para pewaris bangsa.
. Memang kita tidak akan bisa menutupi lubang-lubang
itu dalam sekejap mata. Namun berjalannya waktu diiringi dengan usaha, perlahan
namun pasti kita akan bisa melihat dinding itu kokoh indah pada waktunya.
Kebanggaan segera menyelimuti.
1 komentar:
sipp
Posting Komentar