Satu novel teenlit karya Ade Kumalasari telah habis kubaca. Ceritanya sangat mengharukan membuat ku benar-benar jatuh dalam cerita itu. Kisah cinta dua orang remaja yang berujung pada kematian pada tokoh pria. Ku tutup buku itu dengan perasaan lega setelah dari pagi aku membacanya. Setelah itu aku masuk ke kamar dan duduk di atas kursi rotan yang terletak di pinggir jendela. Angin segar dari pohon besar yang ada di dekat jendelaku masuk menghembus tubuhku yang sedang kepanasan ini. Tak sengaja tangan ku tergerak mengambil sebuah album kecil yang ada di atas meja kecil di sebelahku. Ku lihat di dalamnya terdapat foto-foto masa kecil ku. Terlihat sangat lucu pada saat itu. Kadang-kadang ku tersenyum sendiri melihat semua foto itu. Ku buka lembaran berikutnya ada sebuah foto yang mengingatkan ku pada seseorang. Dia adalah teman masa kecilku yaitu Dirman. Dia lebih tua 3 tahun dari umurku. Kami sering bermain bersama-sama, sungguh menyenangkan mengingat hal itu. Namun, ada saatnya kami harus berpisah hingga waktu yang lama.
Ku sandarkan diriku ke kursi rotan kemudian perlahan-lahan kututup mataku. Pada saat itulah ku teringat semua hal tentang dia. Masa kecil kami yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidup. Dialah teman kecil ku, kakak ku, dan cinta pertama ku. Dia lah yang bisa membuat hatiku tergetar, jantung berdetak kencang, dan ingin selalu bertemu dengannya. Hal itu baru kusadari saat untuk pertama kalinya dua insan itu bertemu saat menghadiri sebuah peresmian butik milik ibu Dirman. Saat itulah aku terkejut, dia sudah berubah total, tinggi, dewasa, dan sempurna. Itu menurut pandanganku. Kami sempat bersalaman tangan.
”Lama tak jumpa, Hana!” itulah ucapan pertama dia terhadap ku. Aku hanya membalas dengan sebuah senyuman.
Entah berapa banyak cerita yang kami utarakan setelah lama berpisah. Kini aku menemukan kakakku, sahabatku, cinta pertamaku. Senyuman, tawa renyah kembali seperti saat kami kecil dulu. Namun, pembicaraan indah itu terganggu saat dia harus pergi. Sepertinya ada sesuatu yang penting sehingga dia harus pergi entah kemana. Aku hanya berharap dia bisa kembali, ada banyak kisah lagi yang harus kuutarakan di depannya. Tiga puluh menit telah berlalu sepertinya dia belum juga kembali. Kedua orang tuaku sudak mendesakku untuk cepat kembali. Hatiku hanya berharap satu menit saja biarkan aku bertemu dengannya walaupun hanya bisa menatap wajahnya. Sebelum dia pergi jauh dan berpisah.
”Tuhan, pertemukanlah aku dengannya walaupun sebentar.” pikirku dalam hati. Ku keluar dari bangunan itu, satu demi satu anak tangga ku turuni mengikuti orang tuaku yang telah jauh berjalan. Kemudian tak ku sadari siku ku di tarik oleh seseorang yang tak ku sangka bahwa itu adalah Dirman.
”Mau pulang?”
Aku pun hanya bisa mengangggukan kepala. Terima kasih tuhan kau mengabulkan permintaanku.
“Bisakah kita bertemu lagi?”
“Jika aku kembali ke sini lagi, orang pertama yang ingin kutemui adalah kau.”
Sejenak ku terdiam, kemudian tersenyum dan mengucapkan selamat tinggal. Anak tangga terakhir ku berpijak, terakhir itu pula ku melihat wajahnya. Dan pada saat itulah aku akan bertemu kembali padanya dan aku pun berjanji akan kuutarakan semua perasaan ku padanya.
***
“Hana lakasi mandi, sudah sore!”
Suara lembut Acil Jumi membuatku bangkit dari rasa penat dan pegal pada punggung ku karena ketiduran di kursi rotan. Air segar kusiramkan ke seluruh tubuhku. Dinginnya air membuat tubuh ku terasa segar.
Angin dingin menusuk tubuh ini. Ku duduk di beranda rumah sambil menyantap kue cincin yang terbuat dari beras ketan dicampur dengan gula merah. Bintang-bintang bertaburan banyak di langit. Mereka bersinar dengan terangnya. Sungguh malam yang sangat indah. Sebenarnya aku adalah salah satu orang yang sangat mengagumi bintang. Bintang seolah-olah menggambarkan seperti apa diriku. Bintang adalah benda langit yang walaupun ukurannya kecil, dia akan terus bersinar dengan terang dan tidak akan pernah padam. Dia lah yang menerangi gelapnya malam. Dia lah yang membuat langit begitu indah dipandang walaupun matahari telah tenggelam di ufuknya.
Lantunan lagu Narsha of Brown Eyed Girls berjudul I Love You, dengan lembutnya terdengar di telingaku. Suara getar cellphone yang ada di sampingku ku sempat mengejutkanku yang sedang asyik mendengarkan lantunan musik. Ternyata sms dari Stella yang mengajakku untuk pergi bersama rekreasi outbond esok hari. Sebuah senyuman yang menandakan dengan senang hati aku akan ikut ke sana.
Aku mempunyai dua sahabat yang telah banyak memberikan warna warni dalam hidup ini. Mereka lah yang selalu mengisi suka duka dalam kehidupanku saat ini. Dimulai dari Stella dengan sifatnya yang cuek, namun sangat perhatian dan teguh hati dalam menghadapi berbagai persoalan dalam hidupnya. Naisya yang pemalu, tertutup, namun kuanggap sebagai saudaraku sendiri. Entah mengapa persahabatan itu terjalin begitu saja. Bukan hanya watak saja yang berbeda, bakat serta impian merekapun sangatlah berbeda. Mulai dari Stella yang sangat pandai dalam menggambar kartun hingga berencana untuk menerbitkan sebuah komik indonesia yang sangat menarik yang dapat menggugah hati pembaca yang sangat menyukai komik untuk tidak hanya menyukai komik dari luar saja tapi harus juga dari dalam negeri dan Naisya yang hobi menulis hingga ingin menulis sebuah novel seperti yang dilakukan J.K Rowling.
***
Memang beberapa hari ini hatiku terusik dan khawatir dengan keadaan Naisya yang jarang menghubungi kami berdua. Dia sering absen ketika kami sedang berkumpul seperti saat liburan kemarin. Aku hanya berharap dia dapat terbuka atas masalah yang dia hadapi.
Getar cellphone berbunyi di tas ku. Ku hentikan sebentar mobilku di tepi jalan. Suara lembut seorang laki-laki menerpa di telingaku.
”Hai Hana, aku Dirman.”
Jantung ku langsung berdetuk kencang. Tanganku gemetar dan sulit untuk bicara.
“Tumben sekali kakak menelponku”
” Kau tahu, malam ini sangatlah cerah. Bintang-bintang bertaburan di langit. Entah berapa jumlahnya namun yang pasti jika kau ada disini kau pasti menyukainya.”
Kulihat melewati kaca jendela mobil, langit malam biru gelap hanya ada beberapa bintang yang bersinar.
”Seharusnya kakak bisa mengambil bintang itu dan mengirimkannya padaku sehingga aku bisa melihatnya disini.” seru ku sambil tersenyum
”Baiklah, lain kali aku akan mengirimkan bintang-bintang ini padamu.”
Suaranya pun terhenti sepertinya terputus. Ku hanya tersenyum renyah walaupun di sini hanya ada langit yang biru gelap tidak menampakan keindahannya, namun aku merasa Dirman telah mengirimkan ku bintang-bintang itu. Getar cellphone berbunyi untuk kedua kalinya. Sebuah foto berisi bintang-bintang yang bersinar bertaburan di langit dikirimkan Dirman padaku.
“Sekarang semua bintang ini ada di tanganmu. Semoga kau menyukainya.”
Jari-jari ku menyentuh layar kaca cellphone ku seolah bintang-bintang itu benar-benar ada di tanganku.
”Terima kasih kak Dirman, kau telah mengirimkan sesuatu yang sangat berharga bagiku.” ucapku syahdu.
Ku sandarkan diri pada kursi mobil. Ku genggam cellphone ku dengan foto bintang yang dikirimkan Dirman. Ku lihat seorang wanita muda menggenggam tangan seorang bapak bertemu dengan seorang laki-laki lain. Mataku sedikit kabur dengan gelapnya malam namun sepertinya aku mengenal wanita tersebut. Ku buka jendela mobilku. Aku tercengang terkejut dan tidak percaya pada semua ini. Ternyata wanita yang kulihat tadi adalah sahabat ku sendiri, Naisya. Segera kunyalakan mobilku, ku tutup kaca mobilku dan pergi menjauh. Sungguh aku tidak mempercayai semua ini. Namun, aku tidak ingin berprasangka buruk terlebih dahulu. Aku harus bisa memastikan semua ini. Keesokan malamnya aku pun ketempat itu lagi. Namun, aku melihat kejadian persis seperti yang kemarin.
Sahabatku selama 3 tahun ini, sahabatku yang sangat kupercayai, kuandalkan,kusayangi bahkan seperti saudaraku sendiri ternyata dia telah berani bersikap seperti ini di belakangku. Mungkinkah sikapnya yang lembut dan periang dihadapan aku dan Stella hanya lah sebuah topeng untuk menutupi semua yang kulihat tadi. Air mataku jatuh begitu saja. Ku percepat laju mobil. Hatiku benar-benar seperti tersayat oleh pisau tajam , benar-benar sakit. Tubuhku seperti melemah tidak berdaya. Tangisan ku membuat ku sulit untuk bernapas. Sungguh ini membuatku benar-benar terasa dikhianati oleh sahabatku sendiri.
Pada awalnya aku hanya mengajak Stella untuk bertemu ditempat biasa kami bertemu, namun entah kenapa aku juga bertatap muka dengan Naisya. Melihat mukanya akan teringat langsung dengan kejadian beberapa waktu lalu. Melihat Naisya membuat perasaan tidak menentu. Perasaan sedih, benci sekaligus kecewa bercampur aduk dalam jiwaku. Kulangkahkan kakiku menuju Naisya dan tidak tahu kenapa dengan keras tangkanku menampar pipi halusnya Naisya.
”Hana, kenapa??......” ucap Stella yang bingung juga terkejut atas perbuatanku.
Begitupula Naisya yang hanya bisa memegang pipi merah setelah ditampar olehku dengan mata merah berair.
Semua emosiku yang tertahan dalam hatiku sepertinya telah meluap pada waktu itu.
”Apa yang kau lakukan pada malam itu bersama dua orang laki-laki?”
Pertanyaan ku itu sempat mengejutkan Naisya
”Cepat jawab apa yang kau lakukan pada saat itu?” teriak ku pada Naisya
“Aku tidak percaya kau bisa menjadi wanita malam seperti itu, sepertinya aku benar-benar tertipu sebagai sahabatmu sendiri”
Stellar tidak bisa berkata apapun, dia merasa bingung terhadap situasi yang dialaminya.
”Aku harus pergi.”
Naisya membalikkan badan dan melangkah pergi dari kami tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.Aku sudah tidak dapat menahan Naisya lagi. Aku mengepal tanganku. Sungguh aku tidak bisa lagi menahan semua kekecewaan ini.
”Pergilah...jangan pernah kembali, jangan pernah kau menatap kami kembali. Sebaiknya putuskan saja persahabatan kita ini, aku sudah terlanjur kecewa denganmu.”
”Baiklah”
Suara samar-samar dari Naisya itu terdengar di telingaku yang melangkah pergi menjauh dari kami.
Air mata ku tidak dapat dibendung lagi. Stella memegang pundakku dengan mata merah berair juga. Aku bingung apa semua yang telah kulakukan tadi apakah benar. Aku hanya berharap Tuhan dapat memberikan jalan terbaik buat kami kedepannya.
Hujan turun deras membasahi semua yang ada di bawahnya. Dia seolah-olah tidak peduli kemana dia harus menumpahkan airnya itu. Suara derasnya mengalahkan suara tangisanku. Sungguh hari ini adalah hari yang suram. Aku telah mengambil keputusan yang bagi diriku itu sulit untuk dilakukan.
Pagi telah menyambut ku, tetes embun berjatuhan pada dedaunan yang hijau segar. Matahari mulai menampakkan dirinya setelah gelapnya malam. Beberapa hari menenangkan diri aku pun bertekad untuk melupakan semua yang telah terjadi. Anggap saja ini adalah debu yang sebentar menganggu dan setelah diterpa angin akan pergi tidak bersisa sekalipun. Senyuman Stella padaku membuat perasaan ku lebih tenang.
“Bagaimana kalau coba bungee-jumping”
Alat pengaman telah terpasang di tubuhku. Sekarang, hanya batinku yang memerlukan kesiapan ekstra. Stella tersenyum memberikan semangat. Lepaskan semua beban yang ada dalam diriku. Semua kepedihan, kesedihan, amarah, dan kekecewaan biarkanlah hilang di bawa derasnya angin. Setelah ini biarkan aku menjadi manusia yang baru dan bebas terbang tanpa ada halangan yang menyapaku.
“Hana, kau bisa melakukannya...”
Ku jatuhkan diriku, angin keras menerpa tubuhku, tubuhku kaku, teriakan suara tak bisa kutahankan sekalipun seolah-olah terjun dari sebuah gedung tinggi. Selesailah semuanya.
“Bagaimana?”Stella tersenyum padaku
Aku hanya bisa tertawa dengan lepasnya. Lama sudah aku tidak bisa tertawa lepas seperti ini sejak kejadian itu. Aku merasa bebas seperti burung yang terbang tanpa harus ditindih oleh suatu beban.
Sesaat terpikirkan bahwa perbuatan yang kulakukan pada Naisya adalah salah. Memang dia melakukan hal yang salah namun yang ia butuhkan sekarang pasti dari dukungan sahabat terdekatnya. Rasa menyesal ku pun mulai timbul. Kuceritakan semua hal itu pada Stella,tentu saja Stella dengan senang hati menyetujuinya.
to be continued......
by Puja
0 komentar:
Posting Komentar